Pola Asuh Yang Mengharuskan Anak Mendapatkan Ranking

Pola Asuh Yang Mengharuskan Anak Mendapatkan Ranking
Pola Asuh Yang Mengharuskan Anak Mendapatkan Ranking
Perkembangan Balita - Dari judul di atas kita dapat melihat bahwa ini adalah pola asuh yang salah di mana banyak orang tua memaksa anaknya untuk mendapat ranking, tak peduli bagaimana proses belajar yang harus dilakukan anak.

Dewasa ini banyak para orang tua yang memasukkan anak ke tempat les atau memanggil guru private ke rumah sangat baik untuk menunjang kemampuan anak. Namun sebaiknya hal ini dilakukan bukan karena orang tua ingin mem-push anak agar bisa meraih peringkat pertama di kelasnya.

Pemaksaan dengan menjejalkan pelajaran bukan tindakan efektif. Mungkin saja kepandaian anak meningkat dan berhasil mendapat ranking, tetapi bagi anak yang pada dasarnya memiliki kemampuan terbatas, tak mustahil cara ini menjadi bumerang. Dia malah benci dan akhirnya mogok belajar.


Nah, di bawah ini akan saya uraikan dampak yang ditimbulkan dari pola asuh yang mengharuskan anak mendapatkan ranking dan apa yang sebaiknya dilakukan orang tuanya dalam menangani hal tersebut:


TAMAN KANAK-KANAK : MOGOK SEKOLAH 
Fokus penilaian di TK adalah perkembangan kemampuan anak, seperti perilaku, bahasa, daya pikir, jasmani, kreativitas, dan lainnya. Jadi, tak ada target yang harus dicapai oleh anak, misalnya berapa nilai yang akan didapat. Kemampuan-kemampuan ini dicapai melalui pemberian motivasi yang dilakukan di sekolah lewat observasi yang kemudian tertuang dalam buku rapor. Jadi harusnya bukan angka-angka, melainkan uraian yang mendeskripsikan tentang perkembangan kemampuan anak.

Dengan demikian, jika orang tua menuntut anaknya dapat ranking dan kebetulan di TK-nya juga diberlakukan sistem ranking, maka anak akan merasa tertekan dan akhirnya memunculkan kebencian dengan yang namanya sekolah. Sekolah adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, membebani, dan sebagainya. Mogok dan ngambek tidak mau sekolah sering kita temukan pada usia ini karena memang dia merasa tertekan dan tidak nyaman. Rasa tertekan ini bisa memunculkan sikap agresif, baik di sekolah maupun di rumah. Di rumah dia bisa bersitegang dengan kakak atau adiknya, di sekolah dengan teman atau gurunya.


YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN ORANG TUA: 
Pahami apa yang menjadi fokus perhatian di TK dan ingatlah, kemampuan setiap anak berbeda-beda. Ada yang sudah bisa berkomunikasi dengan lancar, tetapi ada pula yang masih tersendat-sendat. Ada yang dengan berani maju ke depan kelas untuk menampilkan kebolehannya, ada juga yang masih takut-takut.
  • Pantaulah terus perkembangan kemampuan anak di sekolah, entah lewat buku evaluasi penghubung atau berkomunikasi langsung dengan gurunya.
  • Di rumah, beri stimulasi yang tepat untuk meningkatkan berbagai kemampuan anak. Contoh, kalau anak sulit mengemukakan pendapat, sering-seringlah berbicara dengannya dan dorong anak untuk berani mengungkapkan isi hatinya. Bila anak kesulitan dengan gerakan motorik halusnya, beri main-mainan yang bisa merangsang, seumpama pasel.
USIA SEKOLAH : MALAS BELAJAR
Penilaian memang dilakukan dengan angka-angka karena anak sudah bisa diminta mengerjakan soal-soal. Namun demikian perankingan tetap tak dianjurkan  karena kemampuan tiap anak berbeda-beda. Bila digeneralisir, kemampuan anak yang sebenarnya tak akan tampak dan terasah, sehingga anak sulit mengetahui apa yang sebenarnya menjadi kelebihannya dan mungkin saja nantinya menjadi modal untuk survive.

Bila orang tua menuntut anak mendapat ranking padahal kemampuan otaknya tak bisa bersaing dengan teman-temannya dalam bidang akademik, maka anak akan merasa sangat terbebani dan memunculkan stress. Stres ini akan berpengaruh terhadap hal lain, semisal muncul konsep diri yang negatif karena dia merasa tak bisa diandalkan, malas belajar, emosinya sering meledak, melakukan  tindakan negatif seperti menyontek, bahkan bisa saja dia tak punya motivasi untuk sekolah.


YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN ORANG TUA: 
  • Ketahui seberapa jauh kemampuan yang dimiliki anak dan dimana sebenarnya kemampuan  anak yang bisa digali lebih dalam. Apakah dalam bidang kinestetik, seni, linguistik, matematika, dan lainnya.
  • Hindari memaksa anak menjadi nomor satu. Yang terbaik, beri dukungan kepada anak untuk giat belajar. Bila anak lemah dalam mata pelajaran tertentu, sediakan guru private agar ia bisa mengatasi kesulitan-kesulitannya.
  • Bila memang anak punya kemampuan cukup tinggi untuk bersaing, boleh saja kita memasang target untuknya. Misal, di semester 1 dia harus mendapat ranking pertama atau kedua. Tentu, target ini harus dibicarakan bersama anak dan tanyakan apakah kira-kira ia mampu mencapainya atau tidak. Memasang target seperti ini bisa dijadikan anak sebagai pemacu semangat belajarnya.
  • Yang terpenting sebenarnya bukan ranking atau tidak ranking, tetapi sejauh mana anak bisa menunjukkan kerja keras dalam belajarnya. Bila memang dia berhasil menunjukkan peningkatan, meski tidak ranking, kita harus tetap memberi penghargaan.
  • Yang terbaik, lakukan pendekatan pada anak untuk mencari tahu langkah apa yang seharusnya ditempuh. Mungkin anak hanya butuh pendampingan orang tuanya saat belajar di rumah, atau ia hanya butuh motivasi dari orang tua untuk disiplin belajar.
Nah, para pembaca Perkembangan Balita, semoga artikel pola asuh di atas bisa bermamfaat bagi Anda semua.... salam bahagia.

Comments